Category Archives: Kartu Kredit

Nasabah Kartu Kredit Citibank Tewas Dibunuh Saat Di Introgasi Debt Collector Di Kantor Citibank Menara Jamsostek

Polisi menetapkan tiga penagih utang, A, H, dan D, sebagai tersangka karena menyebabkan kematian Irzen Octa (56), nasabah kartu kredit, Selasa (29/3). Mereka diduga menganiaya jiwa korban sehingga korban stroke dan meninggal. Irzen diduga tewas setelah diinterogasi ketiga tersangka.

Ketiganya ditahan di ruang tahanan Kepolisian Resor (Polres) Metro Jakarta Selatan (Jaksel), Kamis (31/3). Menurut Kepala Satreskrim Polres Metro Jaksel Ajun Komisaris Besar Budi Irawan, Irzen diduga tewas akibat penganiayaan psikis saat diinterogasi para penagih utang salah satu bank swasta di Jakarta.

”Korban sengaja datang ke Citibank Cabang Menara Jamsostek, Jalan Gatot Subroto, Mampang Prapatan, untuk mengklarifikasi tagihan kartu kreditnya. Namun, dari penyelidikan sementara, korban justru dibawa ke ruang negosiasi. Di ruang ini diduga korban mendapat siksaan psikis sehingga pembuluh darah otaknya pecah,” kata Budi, kemarin.

Kamis sore hingga malam, Budi dan timnya dijadwalkan mendatangi Citibank di Menara Jamsostek untuk melengkapi berkas kasus tewasnya Irzen. Temuan polisi, korban masih terdata sebagai Sekretaris Jenderal Partai Pemersatu Bangsa.

Sekertaris Jenderal Partai Pemersatu Bangsa (PPB), Irnez Octa, diduga meninggal karena tindak kekerasan. Dari hasil visum diketahui, pembuluh darah kepala bagian belakangnya pecah, kepala belakang bagian kiri Irnez mengalami memar.

“Dia juga mengalami beberapa luka lecet di bagian hidungnya,” kata Kepala Kepolisian Resor Jakarta Selatan Komisaris Besar Gatot Eddy Pramono, Jumat 1 April 2011.

Irzen, 50 tahun, dibunuh oleh debt collector kartu kredit Citibank karena protes terhadap tagihan kartu kreditnya. Korban tidak terima karena tagihan kartu kreditnya membengkak dari Rp 48 juta menjadi Rp 100 juta. Itu terjadi saat ia akan membayar tagihan kartu kredit di kantor Citibank Cabang Menara Jamsostek, Jakarta Selatan Selasa (29/3) lalu.

Akibat kesal, pegawai Citibank berinisial A beserta dua rekannya H dan D menghabisi nyawa Irzen di salah satu ruang di lantai 5 gedung itu.

Menurut Gatot, meski hasil visum sementara menunjukkan adanya tindak kekerasan, namun ketiga tersangka, A yang merupakan karyawan Citibak, dan D serta H selaku penagih utang belum mengaku menganiaya Irnez.

Kepada polisi, mereka hanya mengaku menepuk pundak Irnez dan memukul tangannya. “Tapi itu baru pengakuan mereka, kami belum tahu seberapa keras tepukan mereka di pundak korban.”

Karenanya, penyidik akan meminta keterangan saksi ahli mengenai kemungkinan adanya penganiayaan terhadap Irnez.

Dalam kasus itu, penyidik menemukan sejumlah barang bukti berupa bercak darah di gorden ruangan, dinding, serta adanya luka pada bagian hidung Irnez. “Korban juga mengeluarkan air liur atau busa,” kata Gatot.

Menurut Budi, Polsek Metro Mampang pada Selasa sekitar pukul 12.00 mendapat telepon dari seseorang yang mengaku teman korban. ”Teman itu memberitahukan soal Irzen yang diinterogasi petugas penagih Citibank. Petugas kami sampai di lokasi sebelum pukul 13.00 dan menemukan korban dengan mulut berbusa. Darah keluar dari hidung,” katanya.

Jasad korban langsung dibawa polisi ke RSCM. Dari hasil visum, tidak ditemukan lebam yang mengindikasikan adanya penganiayaan fisik. Hanya ditemukan darah, antara lain di hidung korban yang diduga berasal dari pecahnya pembuluh darah otak.

Data dari RSCM menyebutkan, jasad Irzen—ditulis sebagai warga Budi Indah Blok I/3 RT 05 RW 07 Nomor 13 Batu Ceper, Tangerang—dikirim oleh Polsek Mampang, Jaksel. Pada Rabu (30/3), jenazah Irzen diambil kerabatnya, Esi Ronaldi, ke Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jaksel.

Dari olah tempat kejadian perkara, polisi menemukan bercak darah di dinding dan tirai ruang negosiasi. Ruang ini berada di lantai lima dengan ukuran sekitar 2 x 3 meter. Budi menyebutkan, di ruangan ini hanya ada satu meja dan kursi. Irzen dibawa ke ruangan ini karena mempertanyakan utang kartu kreditnya, yang menurut korban hanya sekitar Rp 48 juta, tetapi tagihan resmi dari bank menyebutkan utangnya hingga Rp 100 juta.

Pasal pengeroyokan

”Kami sudah menahan tiga tersangka. Ketiganya adalah satu karyawan Citibank yang bertugas di bagian penagihan berinisial A dan dua lagi adalah agen penagih utang berinisial H dan D. Kasus ini juga masih dalam pengembangan,” kata Budi lagi.

Ketiga tersangka dijerat pasal 351 KUHP tentang penganiayaan, Pasal 170 tentang pengeroyokan, dan Pasal 335 KUHP tentang perbuatan tidak menyenangkan.

Praktisi hukum Friska Gultom yang dihubungi terpisah mengatakan, pengenaan Pasal 351 dan Pasal 170 tidak tepat. Sebab, hasil otopsi tak menyebutkan adanya tanda penganiayaan fisik. Pembuktian tuduhan adanya penganiayaan psikis juga akan sulit.

”Bagaimana mau membuktikan bahwa korban teraniaya secara psikis kalau korban sudah tewas?” kata Friska.

Bukan karyawan Citibank

Sementara itu Ditta Amahorseya, Country Corporate Affairs Head Citi Indonesia, kepada Kompas melalui telepon menjelaskan, ketiga orang yang ditetapkan polisi sebagai tersangka berasal dari agensi penagih utang ”Tidak ada satu pun yang berstatus karyawan Citibank,” katanya, Kamis (31/3).

Ditta mengakui, Citibank memang memiliki beberapa ruang kantor negosiasi atau collection, antara lain di Menara Jamsostek. Saat ini, penanganan kasusnya diserahkan kepada kepolisian.

Ditta menegaskan, Citibank memiliki kode etik yang harus dipatuhi penagih utang, termasuk larangan menggunakan kekerasan. ”Tentu kami akan putus agensi itu kalau dari hasil penyelidikan polisi mereka memang benar melakukan perbuatan yang melanggar kode etik Citibank. Kami tak akan menoleransi tindakan semacam itu,” ucapnya.

Citibank, menurut Ditta, memiliki dan mematuhi kode etik yang ketat sehubungan dengan proses penagihan utang. Semua karyawan agensi yang mewakili Citibank dituntut untuk mematuhi kode etik tersebut setiap kali berinteraksi dengan nasabah, termasuk tidak menggunakan segala bentuk ancaman.

Ketua Umum Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Dodit Wiweko Probojakti yang dihubungi Kompas menyatakan, AKKI tak bisa mencampuri soal penagihan utang kartu kredit. Pasalnya, soal penagihan adalah kewenangan penerbit kartu kredit.

Penerbit kartu tentunya memiliki kebijakan internal dalam penagihan kartu, termasuk penerbit kartu sebesar Citibank. ”Kalau nasabah datang ke kantor penerbit kartu untuk menyelesaikan masalah kartu kredit atau mencari solusi, itu sudah benar,” ujar Dodit.

Dalam jawaban melalui surat elektronik kepada Kompas, Ditta menyebutkan, Citibank menyampaikan bela sungkawa kepada pihak keluarga korban. ”Kami bekerja sama dengan keluarga untuk membantu mereka pada saat yang sulit ini,” katanya.

BI Memperingati Bank Asing Yang Menawarkan KTA Melalui SMS

Jumlah pengaduan nasabah yang mendapatkan pesan singkat atau short massage service (sms) produk Kredit Tanpa Agunan membludak. Bank Indonesia (BI) mencatat dalam sepekan jumlah laporan yang masuk sudah mencapai lebih dari 5.000 laporan.

Kepala Hubungan Masyarakat (Humas) BI Difi A Johansyah mengatakan, berdasarkan laporan tersebut yang sudah diproses mencapai 4.400 pengaduan. “Hasilnya sebagian besar yang melakukan praktek penawaran KTA melalui sms adalah bank asing,” ujarnya, Selasa (1/2).

Difi bilang, untuk menindaklanjuti laporan yang sudah masuk, bagi sms yang mencantumkan nama bank akan diserahkan dan diproses pengawas bank. Mereka akan dikenakan sanksi sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.7/6/PBI/2005 tentang transparansi produk dan pengguna data pribadi nasabah.

“Untuk sms yang tidak mencantumkan nama bank akan kami telusuri ke costumer service-nya dan setelah ditemukan akan dibawa ke pengawas,” tambahnya.

Informasi saja, akhir pekan lalu, BI meluncurkan Nomor pengaduan sms spam tawaran KTA. Nasabah bisa melaporkan kepada Bank Indonesia di nomor 085888509797. BI melakukan hal ini karena semakin maraknya penawaran KTA melalui sms yang meresahkan nasabah.

Difi berharap dengan adanya layanan tersebut maka praktek penawaran KTA melalui sms akan berkurang dan bank lebih mengedepankan know your costumer.

Menghentikan SMS

Country Marketing and Communication Head ANZ Panin Bank, Melati Salim mendukung kebijakan yang dilakukan oleh BI. Menurutnya, kerahasiaan nasabah suatu hal yang sangat penting. “Jadi tidak mungkin kami membocorkan hal tersebut,” ujarnya.

Melati menambahkan saat ini pihaknya tidak mengetahui bagaimana data nasabah tersebut bocor. Pasalnya, marketing bisa saja mengirim sms secara random tanpa mengetahui siapa nasabah tersebut.”Masalah ini masih terus diselidiki,” tambahnya.

General Manager Wealth Management Standard Chartered Indonesia Lanny Hendra mengatakan, pihaknya sudah menghentikan penawaran KTA melalui sms dan sudah menghimbau semua sales customer. “Sebagai market leader untuk KTA kami tidak ingin memasuki privacy nasabah,” ujarnya.

Jangan Pakai Kartu Kredit HSBC Karena HSBC Tidak Menjaga Kerahasiaan Data Nasabah Hingga Digunakan Untuk Menipu Tanpa HSBC Mau Bertanggung Jawab

Saya nasabah HSBC dengan nomor Kartu Kredit: 4544 9311 0535 xxxx (nomor ada pada Redaksi), merasa sangat dirugikan & dikecewakan HSBC. Pada 22 Juli 2008, saya mendapat telepon dari pihak HSBC yang ingin melakukan konfirmasi KK yang memang baru saya terima (± 1 bulan yg lalu). Tanpa curiga saya pun memberikan nomor KK & expiry date KK saya (karena saya yakin orang tsb adalah pihak HSBC, karena mengetahui identitas pribadi saya & perihal KK yang memang baru saya terima).

Kemudian orang tersebut mengatakan memberikan saya secara free 3 voucher hotel Hyatt, ternyata di akhir pembicaraan dia menyebutkan jumlah yang harus saya bayar & langsung didebet otomatis dari KK saya, yaitu Rp3.687.900,-. Saya sangat terkejut & langsung menelepon Card Center HSBC untuk melakukan pemblokiran terhadap KK saya, ternyata KK saya sudah didebet sejumlah nominal di atas oleh pihak tersebut (belakangan saya menemukan namanya adalah PT Global Wisata Buana) & HSBC tidak dapat melakukan pembatalan terhadap transaksi tersebut. Betapa kecewanya saya.

Melalui suara pembaca ini, saya ingin bertanya kepada pihak HSBC:

a) Kenapa database (identitas pribadi & KK yang baru saya terima) saya bisa diketahui pihak lain?

b) Mengapa dari pihak HSBC tidak melakukan konfirmasi kebenaran transaksi dulu ke saya, mengingat jumlah transaksi tsb sangat besar Rp 3.687.900?

c) Saat ini saya sudah melakukan sanggahan terhadap transaksi ini, tetapi mengapa divisi Chargeback tidak memberikan informasi perkembangan kasus ini kepada saya. Sebagai nasabah yang ditipu, bukankah saya berhak tahu?

d) Setelah saya banyak search di internet (Google, media konsumen) ternyata kasus ini telah banyak dialami oleh pemegang KK HSBC yang lain, bagaimana perlindungan HSBC kepada nasabahnya?

e) Mengapa HSBC tidak bisa membatalkan transaksi ini? Padahal transaksi ini sudah jelas “penipuan”, dimana: – Pihak merchant menggunakan nama HSBC untuk menjalankan misi’nya, bahkan “menggunakan” database nasabah HSBC untuk melakukan penipuan ini. – Voucher yang mereka janjikan s/d hari ini tidak pernah saya terima. – Saya tidak pernah menyetujui (secara tertulis) transaksi ini. Beatrice 081 1344 2194

Beatrice Pangestu
Lebak Arum V / 28
Surabaya

Hindari Kredit Maupun Kartu Kredit Dari Standard Chartered Bank – Para Debt Collectornya Sering Mengacam Keselamatan Jiwa Orang Lain

KEJADIAN PERTAMA:

Lewat surat pembaca ini saya mau menyampaikan tingkah laku Debt Collector khususnya dari KTA (Kredit Tanpa Agunan) Standard Chartered Bank yang sudah keterlaluan. Di kantor saya ada staf yang bernama Joko Supriyanto. Beliau sudah mengajukan resign per April 2008.

Permasalahan timbul telepon tiap hari hampir 10 kali ke kantor dengan mencari Pak Joko Supriyanto. Oleh resepsionis dibilang sudah resign dan hutang-hutang beliau bukan tanggung jawab kantor. Tetapi, kelakuan Debt Collector malah menjadi-jadi. Bahkan berkata sangat kasar dan mengancam keselamatan karyawan serta atasan kami yang tidak ada sangkut pautnya dengan Pak Joko.

Bahkan semakin beringas tingkah laku Debt Collector KTA Standard Chartered. Saya mohon ini diingat untuk Standard Chartered Bank bahwa Indonesia negara hukum. Kisa kami tuntut ke pengadilan karena rasa aman dan kenyamanan kami jadi sangat terganggu.

Bukannya berhenti malah menantang dan mengatakan kata-kata yang sangat kasar. Apakah hukum dan aparat keamanan sudah tidak bernilai lagi sehingga para Debt collector dengan seenaknya melakukan intimidasi? Dan, untuk pihak Bank Indonesia untuk menindak tegas Standard Chartered Bank karena mengganggu ketenangan, kenyamanan, dan keamanan para nasabah akibat ulah Debt Collector.

Burhan
Jl Kali Rungkut No 10 Surabaya
burhan_03@yahoo.com
0318700427

KEJADIAN KEDUA:

Saya ingin mengajukan klaim ke pihak Standard Chartered Bank (SCB). Hari ini sekitar jam 10.25 saya telah terima telepon dari pihak collection di Tebet dari agent Naomi apa Noni suaranya kurang jelas. Saya ingin melakukan pelunasan KTA (Kredit Tanpa Agunan) tetapi dipersulit hingga 3 bulan.

Saya harus membayar denda yang sangat besar. Saya minta kelonggaran diskon ke pihak SCB tetapi apa yang saya dapat adalah kata-kata yang sangat tidak senonoh, kasar, dan intimidasi atas diri saya dan orang tua saya.

Saya ingin melakukan pelunasan sebesar Rp 7,000,000. Tetapi, pihak SCB meminta sebesar Rp 8,300,000 dan untuk menambah yang satu juta saya disuruh menjual diri. Juga orang tua saya untuk menbantu tambahan Rp 1 juta dengan jual diri (disuruh melakukan perbuatan asusila).

Kata-kata lain yang kasar serta makian-makian dan sumpah serapah. Satu hal lagi yang membuat saya tidak suka adalah memarahi staf kantor yang menerima telepon tersebut. Padahal mereka tidak ada kaitannya dengan masalah saya.

Apakah seperti ini kinerja dari sebuah bank internasional seperti SCB yang tidak memberikan bentuk kerja samanya terhadap nasabah. Saya meminta pihak SCB untuk menarik kembali kata-kata yang tidak senonoh dan amoral tersebut kepada saya. Atau saya tidak akan membayar sepesar pun kepada pihak SCB.

Tati
Jl Baru No 7 Jakarta Utara
opta_hmi@yahoo.com
08388369879
(msh/msh)

KEJADIAN KETIGA:

Saya menggunakan produk KTA (Kredit Tanpa Agunan) dari Standard Chartered Bank (SCB) per tanggal 19 Desember 2006 dengan nomor account 30615635xxx. Pada tanggal 27 Mei 2008 merupakan pembayaran cicilan yang terakhir.

27 Mei 2008 13:27, saya menelepon Call Center untuk konfirmasi pembayaran dan menanyakan cara mendapatkan surat pelunasan. Namun, menurut agent dibutuhkan dua hari kerja untuk dapat dilakukan pengecekan pembayaran tersebut.

29 Mei 2008 16:10, saya menelepon Call Center untuk konfirmasi pembayaran dan menanyakan cara mendapatkan surat pelunasan. Menurut agent dibutuhkan tiga hari untuk penutupan fasilitas nomor account. Setelah itu dibutuhkan proses penutupan rekening tiga hari kerja. Kemudian pengiriman surat pelunasan. Karena saya tidak mengerti proses Standard Operasional Prosedur (SOP) yang dimiliki oleh SCB mengenai Proses Penutupan KTA maka saya terima saja.

06 Juni 2008 14:37, saya menelepon Call Center untuk memastikan proses penutupan rekening. Menurut info dari agent Call Center dibutuhkan tiga hari kemudian konfirmasi surat pelunasan. Lebih dari 10 hari kerja saya mulai merasa ketidakberesan karena surat pelunasan tidak pernah saya terima. Padahal saya customer yang cukup patuh. Tidak pernah menunggak. Bahkan sering ditawari untuk melakukan pinjaman lagi.

20 Juni 2008 09:25, saya menelepon Call Center untuk menanyakan rimba surat pelunasan saya. Diterima oleh agent Sdri Dini. Setelah penyamaan identitas data diri diinformasikan surat pelunasan saya belum diproses. Saya kecewa pada agent sebab tidak dapat memastikan customer complaint. Lah, bank sekaliber SCB yang skala international bisa tidak punya rekaman complaint di Call Centernya. Saya tunggu agent-nya tapi telepon dimatikan.

20 Juni 2008 09:28, saya kembali menelepon Call Center. Diterima dengan agent Sdr Dani. Saya minta tolong disambungkan ke Sdri Dini yang memutuskan pembicaraan. Setelah bicara, informasi yang disampaikan berbelit. Pertama, dibilang rekening sudah ditutup. Kemudian diinformasikan nomor rekening baru ditutup 19 Juni 2008 karena dibutuhkan waktu 7-14 hari kerja. Di sini saja sudah tidak sinkron antara agent yang menerima komplain tanggal 6 Juni. Akhirnya saya beri jeda dan meminta tanggal 23 untuk mengirimkan surat pelunasan ke nomor faks. Tetapi, jawaban yang saya terima adalah ‘tidak bisa Ibu karena proses penutupan  membutuhkan waktu 7-14 hari kerja’.

Saya sebagai customer yang patuh merasa kecewa karena dipersulit oleh SOP SCB dan manner agent Call Center bank berskala international tersebut. Adalah hak saya memperoleh surat pelunasan. Saya mohon pengertian dari SCB. Terima kasih.

Sri Agung Saragih
Jl Srengseng Sawah No 43 RT/RW 08/03 Jakarta
de.sri.agung@gmail.com
0811862381
(msh/msh)

Keluhan ini dapat dibaca di detik.com :

Debt Collector Standard Chartered Bank Tidak Sopan dan Bergaya Preman

Standard Chartered Bank Selalu Mempersulit Surat Keterangan Lunas

Meminta Standard Chartered Bank Menarik Kembali Kata yang Tidak Senonoh dan Amoral